Apalagi, lanjut AKBP Maslikan, kelompok ekstremisme kekerasan tidak lagi menyasar individu dewasa tetapi juga remaja dan mahasiswa yang masih berada dalam proses pencarian jati diri.
“Kondisi inilah yang mengharuskan kita untuk membangun ketahanan kampus melalui literasi digital, pemahaman keagamaan yang moderat serta ruang dialog yang sehat,” paparnya.
Lebih lanjut, Maslikan berharap kuliah umum dan dialog interaktif ini dapat menjadi sumber pengetahuan penting dalam memahami dinamika sosial kelompok rentan dan proses radikalisasi dalam konteks Indonesia.
Senada, Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si., CRGP turut menyoroti pola infiltrasi kelompok ekstrem, kerentanan mahasiswa serta strategi memperkuat moderasi beragama dan ketahanan ideologis anak muda.
Menurutnya, pengaruh ideologi intoleran saat ini sudah banyak bergerak di ruang digital yang ada.
“Pengaruh ideologi intoleran kini banyak bergerak di ruang digital. Mahasiswa harus dibekali kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terjebak narasi yang berujung pada radikalisme,” ujar Dr. Rida dalam penjelasan materinya.
Sementara, pihak dari UBB sendiri turut menegaskan komitmen bersama dalam memperkuat ekosistem pendidikan tinggi yang aman, toleran dan inklusif.
Sinergitas ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas sivitas akademika dalam pencegahan radikalisasi, mekanisme deteksi dini potensi ekstremisme, literasi digital dan kebangsaan di kalangan mahasiswa hingga ketahanan ideologi generasi muda dari ancaman narasi kekerasan.
“Kami menyatakan siap menjadi kampus yang aktif dalam upaya pencegahan intoleransi dan ekstremisme melalui edukasi dan penguatan karakter kebangsaan,” ungkap Prof. Ibrahim, Rektor UBB.
















