“Saya sendiri mengembalikan hampir Rp12 juta. Sekitar 26 pengurus lain juga diminta mengembalikan dana karena terkait honor ofisial Porprov,” ungkap Bambang.
Ia menerangkan bahwa mekanisme penggunaan dana hibah sebenarnya melibatkan pengajuan ke bendahara, verifikasi tim, lalu keputusan ketua sebelum pencairan. Namun audit internal yang semestinya dilakukan rutin tidak berjalan.
“Audit internal seharusnya tiga bulan sekali, tapi kenyataannya tidak pernah dilakukan. Akhirnya transparansi serapan anggaran juga lemah,” katanya.
Meski banyak persoalan terungkap, Bambang tetap optimistis.
“Saya bersyukur masih ada pengurus yang mau bertahan dan memperbaiki KONI. Ini momentum untuk berbenah total,” ujarnya.
Ia berharap seluruh regulasi diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang.
“Prioritas kita ke depan adalah perbaikan aturan—mulai dari satuan harga honor, SOP pencairan hibah, sampai alur pengawasan. Semua harus jelas, tegas, dan tidak menimbulkan tafsir ganda,” tutupnya.


















