HukumNews

Pakar Hukum Nilai Beberapa Pasal di RUU KUHAP Mencerminkan Kemunduran

315
×

Pakar Hukum Nilai Beberapa Pasal di RUU KUHAP Mencerminkan Kemunduran

Sebarkan artikel ini
Hukum Pidana dan Kriminolog Universitas Brawijaya, Dr Prija Djatmika. Foto: Instagram.
Hukum Pidana dan Kriminolog Universitas Brawijaya, Dr Prija Djatmika. Foto: Instagram.

NASIONAL – Pakar Hukum Pidana dan Kriminolog Universitas Brawijaya (UB), Dr Prija Jatmika menyinggung, diferensiasi fungsional menyangkut kewenangan yang berbeda antara Kepolisian dan Kejaksaan.

Pernyataan itu menyusul keluarnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan dibahas DPR RI pada 2025 ini. Dia melihat, terdapat sejumlah pasal yang dapat menimbulkan persoalan kedepan bagi dua institusi tersebut.

Pasal-pasal yang menjadi sorotan, diantaranya pada pasal 111 ayat 2, pasal 12 ayat 11, Pasal 6 hingga Pasal 30b. Sejumlah pasal tersebut berpotensi dapat menimbulkan persoalan dalam penegakan dan kepastian hukum ke depan.

Dalam pasal 111 ayat 2, memberikan kewenangan jaksa untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.

“Seharusnya pasal tersebut mutlak jadi kewenangan kepolisian. Apabila hal ini tetap diterapkan maka dikhawatirkan akan menimbulkan penanganan perkara hukum yang tidak terpadu,” paparnya.

Pasal berikutnya, yakni Pasal 12 ayat 11 RUU KUHAP, menjelaskan bahwa apabila masyarakat melapor polisi tetapi dalam waktu 14 hari tidak ditanggapi, maka masyarakat bisa melaporkan ke kejaksaan.

“Dalam pasal itu, masyarakat ketika lapor polisi tidak ditangani, bisa langsung lapor ke JPU, lalu jaksa menegur polisi. Kalau 14 hari tidak ditindaklanjuti, jaksa boleh memeriksa sendiri dan menuntut sendiri. Jadi saya melihat sistem ini tidak jelas,” paparnya.

Selanjutnya, di Pasal 12 angka 11, menyebutkan jaksa boleh menerima laporan apapun dari masyarakat. “Jika ini benar-benar diterapkan, nanti malah jadi kacau balau sistem penyidikan. Ini berpotensi tidak bisa menjamin kepastian hukum. Muaranya bisa-bisa terjadi penyalahgunaan wewenang,” imbuhnya.

Pasal yang mengerikan dan berpotensi menjadi masalah adalah tentang kewenangan penyadapan pada Pasal 30B. Perluasan kewenangan kejaksaan dalam bidang intelijen, termasuk hak untuk melakukan penyadapan dan menimbulkan kekhawatiran baru.

Dr Prija Jatmika melihat, hadirnya pasal-pasal tersebut merupakan suatu kemunduran, yang sebelumnya digunakan saat era Hindia Belanda hingga Orde Baru, pasal tersebut sudah pernah diterapkan dan kemudian dihapus dalam KUHAP.

error: