“Ini memberi peluang jaksa untuk kembali sebagai penyidik, ini merusak tatanan distribusi kewenangan yang sudah diatur bagus dalam KUHAP, jadi ini langkah mundur. Seharusnya seperti saat ini jaksa hanya bisa menyidik pelanggaran HAM berat dan tindak pidana korupsi,” kata Dosen Fakultas Hukum UB itu.
Menurutnya, jaksa tidak berhak untuk menerima laporan masyarakat, kemudian melakukan pemeriksaan dan penuntutannya secara mandiri. Sebab, kewenangan sebagai jaksa itu tak seluruhnya mutlak menjadi penyidik.
“Ini akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian. Kecuali, perkara tindak pidana khusus karena tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat itu extraordinary crime, kejahatan luar biasa,” ungkapnya.
Dibanding menerapkan pasal itu, menurutnya lebih baik merealisasikan penerapan jaksa wilayah. Yakni menempatkan jaksa berkantor di kantor kepolisian. Hal ini seperti yang ada di KPK yakni adanya penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum bekerja satu atap.
Ini juga sebagai efektivitas kinerja penanganan suatu perkara hukum, sehingga diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya pengembalian berkas perkara yang bolak balik dari polisi ke jaksa.
“Pada saat penyidikan, tetap tugasnya polisi, jaksa bukan koordinasi saja tapi sinergi dalam rangka collecting evidence, atau pengumpulan barang bukti, jaksa dilibatkan setelah penyidikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga menyoroti RUU KUHAP yang menyebutkan bahwa pelaksanaan restorative justice hanya bisa dilakukan oleh JPU. Menurut Dr Prija Jatmika, hal tersebut sangat bertentangan dengan asas adil, cepat dan murah.
“Palang pintu penyidikan itu di kepolisian. Maka dari itu, restorative justice dalam RUU KUHAP seharusnya diatur di tingkat penyidikan saja,” ujarnya.
Jika penerapan restorative justice dilaksanakan di JPU, maka bertentangan dan tidak sesuai dengan asas adil, cepat dan biaya murah. Padahal restorative justice ini bertujuan menemukan jalan terbaik antara korban dan pelaku. Konsep keadilan restoratif menekankan pemulihan kembali hak korban ke keadaan semula, bukan pembalasan.