BELITUNG – Sejumlah tenaga non-ASN yang dirumahkan sejak 1 Februari 2025 mempertanyakan kejelasan nasib mereka ke depan. Mereka terdiri dari tenaga kerja dengan masa kerja kurang dari dua tahun atau yang tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar DPRD Belitung pada Selasa (4/2/2025), salah satu tenaga non-ASN, Sesar Arianto, mengungkapkan keresahannya terkait status mereka setelah diberhentikan.
“Kami hanya ingin kejelasan. Apakah kami masih bisa lanjut atau sudah diberhentikan, karena sampai saat ini status kami masih mengambang,” katanya.
Ia mengaku bekerja di Dinas Kesehatan selama lebih dari dua tahun dan akan memasuki tahun ketiga pada Maret 2025. Namun, karena tidak masuk dalam database BKN, ia tidak dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap kedua.
“Walaupun kami diberhentikan, kami akan legowo, yang penting ada kejelasan tentang nasib kami,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Belitung, Vina Cristyn Ferani, mengakui bahwa hingga kini belum ditemukan solusi atas permasalahan tersebut. Ia menyebutkan dua kendala utama, yakni tenaga non-ASN yang tidak terdata dalam database BKN serta mereka yang bekerja kurang dari dua tahun sejak 31 Oktober 2023.
“Kalau ada peluang, mungkin bisa melalui sistem outsourcing, tapi hingga saat ini belum ada kerja sama dengan perusahaan penyedia tenaga kerja. Itu pun hanya mencakup empat posisi, yaitu pramusaji, cleaning service, sopir, dan petugas keamanan,” jelasnya.
Vina juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap tenaga non-ASN yang dirumahkan, terutama tenaga kesehatan yang sangat dibutuhkan pemerintah daerah.
“Menurut data BKPSDM, ada sekitar 250 posisi tenaga kesehatan yang diperlukan, tetapi aturan yang ada membuat kami tidak bisa berbuat banyak,” katanya.
Ia menegaskan bahwa DPRD bersama OPD terkait akan terus mencari solusi bagi tenaga non-ASN yang terdampak kebijakan tersebut.