“Kita menyayangkan kalau seandainya ada aktivitas kapal isap. Sebab, mata pencaharian kami terganggu, laut kami sudah ada lumpur. Turun drastis, biasa dapat 4 sampai 5 kilo per orang dari pagi ke sore. Sekarang cuma 1 kilo lebih sampai 2 kilo,” katanya.
Dikatakan Sapari, berkurangnya pendapatan ini diduga karena mata (lubang) tempat cacing laut berada tertutup endapan lumpur. Terlebih, kawasan pesisir pantai tempat mereka mencari cacing laut sangat dekat dengan operasional kapal isap di Perairan Bembang.
“Jadi berbatasan langsung karena laut kami ini teluk. Kalau limbah sudah masuk, tidak bisa ke luar lagi sehingga mengendap di tempat kami mencari cacing laut. Dia masuknya pada saat air pasang lumpurnya, ketika surut, jadi lumpur itu tidak ke luar lagi,” ucapnya.
Mewakili nelayan pencari cacing laut di Desa Airnyatoh yang didominasi kaum ibu-ibu ini, dia harap seluruh pihak bisa segera mengambil tindakan. Tidak hanya dari bupati, pejabat pemerintah dan anggota dewan saja, namun hal ini juga ia harapkan untuk Kapolres Babar.
“Untuk Bapak Bupati Markus juga yang mungkin suaranya terbanyak se Babar dari sini 60 persen, kami harapkan bisa membantu kami. Bapak Dewan, Pak Amin juga kami harapkan dari dapil sini sebagai penyambung lidah kami. Buat Pak Gubernur juga,” katanya.
“Di dewan provinsi juga ada Pak Didit, Pak Cuncun, tolong kami orang lemah pak. Karena umur kami, apalagi ibu-ibu ini sudah empat generasi, di atas 60 tahun, mungkin kalau di PT sudah tidak diterima lagi bekerja. Jadi dari laut inilah kami bisa mencari makan, menyambung hidup,” ucapnya.
Caption : Kapal Isap Produksi (KIP) timah yang beroperasi di Perairan Bembang.