Bangka BaratCek FaktaCitizenOpini

Matinya Harapan di Ujung Negeri: Ketika Birokrasi Mengancam Hak Sekolah Anak Terpencil

64
×

Matinya Harapan di Ujung Negeri: Ketika Birokrasi Mengancam Hak Sekolah Anak Terpencil

Sebarkan artikel ini
SDN 19. Foto: Lovina
SDN 19. Foto: Lovina

Penulis: Lovina Yasyfa Nazwa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung 2023

Ketika Hak Pendidikan Tersandera Birokrasi

APPLY
Scroll kebawah untuk lihat konten

Pada 09 Juli 2025 lalu, masyarakat Dusun III Ulu, Desa Air Nyatoh, Bangka Barat, dihadapkan pada kenyataan pahit: sekolah dasar cabang (filial) yang selama ini menjadi satu-satunya tempat anak-anak belajar terancam dihentikan operasionalnya.

Bagi warga, ini bukan sekadar pengumuman biasa. Ini menyangkut masa depan generasi kecil yang hidup jauh dari hiruk pikuk kota. Kepala Desa Air Nyatoh, Suratno, sampai menegaskan, “Penutupan sekolah ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal masa depan anak-anak kami.”

Keluhan masyarakat juga menggambarkan betapa berat situasi tersebut. Ibu Rati, salah satu wali murid, dengan suara bergetar mengatakan, “Tolong jangan tutup sekolah kami… kami orang susah, tidak punya kendaraan. Kalau sekolah ini tutup, anak kami tidak bisa sekolah lagi.” Dari sini terlihat jelas bahwa masalah ini jauh lebih besar dari sekadar hitungan angka dalam sistem birokrasi.

Akar krisis ini muncul karena standar pendidikan yang sangat sentralistik mulai dari Dapodik sampai aturan minimal jumlah siswa diterapkan secara kaku tanpa mempertimbangkan kondisi geografis daerah terpencil.

Sekolah filial dianggap tidak efisien dan tidak memenuhi standar sistem online, seolah-olah angka lebih penting daripada realitas hidup masyarakat. Di titik inilah hegemoni birokrasi terasa begitu kuat: keputusan yang menentukan masa depan sebuah dusun kecil dibuat oleh sistem di pusat yang sebenarnya tidak benar-benar melihat kehidupan warganya.

Kalau dilihat dengan kacamata Teori Konflik, masalah ini sebenarnya menunjukkan bagaimana kekuasaan yang dimiliki birokrasi menentukan siapa yang mendapat akses pendidikan dan siapa yang tertinggal.

Pihak berwenang cenderung memprioritaskan wilayah yang lebih padat dan dianggap “menguntungkan”, sementara dusun-dusun terpencil terpinggirkan.

Ancaman penutupan sekolah ini secara tidak langsung akan membuat anak-anak Dusun III Ulu putus sekolah dan kehilangan kesempatan untuk naik kelas sosial, sehingga kemiskinan semakin diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

error: