BANGKA BARAT – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Bangka Barat pada Pilkada 2024 seolah mengulang sejarah politik yang terjadi pada Pilkada 2010.
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ranto menyebut putusan MK kembali menjadi seolah-olah menjadi sebuah kutukan bagi petahana yang bertarung di kontestasi politik Bangka Barat.
Uniknya, baik di 2010 maupun yang teranyar PSU berlangsung di wilayah Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Apa yang terjadi di Pilkada 2024 ini sangat mirip dengan Pilkada 2010. Saat itu, MK juga memutuskan memilih susulan di beberapa TPS di Kecamatan Jebus,” ujar Ranto, Minggu (23/3/2025).
Pada Pilkada 2010, pasangan petahana Parhan Ali-Erwan Masri (Pahlawan) kalah tipis dari Zuhri-Sukirman (Zikir) dengan selisih 179 suara sebelum ada keputusan MK.
Setelah pemilihan susulan digelar, Zikir tetap unggul dengan selisih 129 suara, meskipun Pahlawan sempat memperkecil jarak suara.
Sejarah ini kembali terulang pada Pilkada Bangka Barat 2024. Sebelum putusan MK, pasangan petahana Sukirman-Bong Ming Ming (Bersanding Agik) tertinggal 1.294 suara dari Markus-Yus Derahman (Maknyus).
“Fenomena ini menarik, karena dua kali putusan MK di Pilkada Bangka Barat justru tidak membawa keuntungan bagi petahana. Ini seperti ‘kutukan’ yang terus berulang,” ungkap Ranto.
Selanjutnya, dia mengatakan pasangan Maknyus tetap menjadi pemenang Pilkada Bangka Barat 2024, meski PSU sempat mengubah dinamika persaingan.
“Hanya saja, keunggulan suara tadi tidak bisa menyalip total keseluruhan suara yang diperoleh oleh pasangan Maknyus,” tuturnya.