NasionalNews

7 Kesalahan Mendasar HTI

264
×

7 Kesalahan Mendasar HTI

Sebarkan artikel ini
HTI. Foto: Istimewa.
HTI. Foto: Istimewa.

Penulis: Ayik Heriansyah

Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar

Pertama. HTI meyakini bahwa Nabi Muhammad saw pernah mendirikan Khilafah, padahal Muhammad saw adalah seorang Nabi dan Rasul bukan seorang Khalifah. Di Madinah Rasulullah saw memang membangun sistem kehidupan layaknya sebuah negara.

Akan tetapi kedudukan Beliau saw sebagai Nabi dan Rasul yang wajib diimani dan ditaati secara mutlak dalam semua urusan, termasuk urusan politik. Oleh karenanya penyerahan kekuasaan tanpa syarat yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Yatsrib kepada Beliau saw merupakan bagian integral dari keimanan.

Negara yang dibangun oleh Muhammad saw bersifat khas. Disebut Daulah Nabawiyah yakni negara yang dipimpin oleh seorang Nabi Allah. Daulah Nabawiyah hanya ada ketika Nabi saw masih hidup. Setelah Beliau saw wafat Daulah Nabawiyah pun ikut tidak ada.

Kemudian berdiri Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah/Khulafa’ur Rasyidin selama 30 tahun. Kesalahan HTI, mereka menyamakan antara Daulah Nabawiyah dengan Daulah Khilafah.

Kedua. HTI mengklaim mengikuti metode (thariqah) Nabi saw dalam mendirikan Khilafah. Ini klaim dusta karena Nabi saw tidak pernah mendirikan Khilafah. Yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw adalah Daulah Nabawiyah.

Karena Nabi saw tidak pernah mendirikan Khilafah, maka Nabi saw juga tidak pernah memberi contoh tentang metode (thariqah) bagaimana mendirikan Khilafah.

Ketiga. HTI mewajibkan thalabun nushrah (kudeta militer) sebagai jalan untuk meraih kekuasaan untuk mendirikan Khilafah. Ini kewajiban yang mengada-ngada karena keempat Khulafaur Rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali menjadi Khalifah setelah dilakukan musyawarah dan pemilihan secara terbuka, jujur dan bebas (ridla wal ikhtiar). Lalu dibai’at.

Keempat khalifah tersebut tidak pernah melakukan thalabun nushrah (kudeta militer) untuk merebut kekuasaan agar dibai’at menjadi khalifah. Khilafah Rasyidah atau Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah pertama tegak dengan cara musyawarah, bukan dengan thalabun nushrah.

Keempat. HTI menyelewengkan makna khilafah/imamah di dalam kitab-kitab kuning dari nashbul imam (memilih dan mengangkat pemimpin) menjadi iqamatun nizham (mendirikan sistem pemerintahan). Tidak satupun ulama Aswaja yang memaknai khilafah/imamah dengan Khilafah Tahririyah. Mereka memaknai khilafah/imamah sebatas aktivitas pemilihan dan pengangkatan seorang pemimpin (nashbul imam).

error: