Penulis: Okta Renaldi
Parlemen Jalanan Crew
Sejarah mencatat tepat pada tanggal 3 November 1945, Muhammad Hatta mengeluarkan maklumat yang mendorong pembentukan partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi. Maklumat tersebut ditujukan sebagai persiapan dalam menghadapi pemilu ditahun 1946, maklumat ke X itu disebut sebagai tonggak awal demokrasi indonesia yang mengedepankan kedaulatan rakyat mengingat melalui maklumat itu pula telah melegitimasi seluruh partai politik yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, serta melalui hal tersebut pula mendorong komitmen bersama untuk melahirkan partai-partai politik baru. Tepat pada tahun 1946 awal mula perencanaan membangun demokrasi Indonesia belum dapat diwujudkan, karena hal itu disebabkan masih belum fokus nya bangsa indonesia terhadap hal-hal lain dikarenakan pada saat itu semua elemen masih memfokuskan diri pada satu titik yakni mempertahankan kemerdekaan.
Pada tahun 1956 pasca mengundurkan diri sebagai wakil presiden Indonesia Muhammad Hatta menyampaikan pesan merujuk pada revolusi Prancis yang terjadi pada tahun 1789 munculnya satu narasi kemerdekaan itu dilandasi oleh persamaan dan persaudaraan. Tetapi sesudah itu hal yang akan terjadi sebaliknya yakni kebebasan menindas, ketidaksamaan dan pertentangan serta kebebasan untuk hidup miskin dan melarat, Muhammad Hatta menegaskan apa yang terjadi pada Prancis kala itu juga kita alami di Indonesia sehari-hari disekitar kita Pancasila itu selalu diamalkan dibibir saja tidak menjadi pelita didalam hati untuk membangun masyarakat yang baru, yakni masyarakat yang sejahtera. Telah nampak setiap golongan berlomba-lomba mencari rezeki, golongan yang diutamakan dan dikemukakan sementara masyarakat dilupakan.
Rasa-rasanya sepenggal kutipan Muhammad Hatta yang disampaikan 68 tahun yang lalu masih relevan dan terjadi sampai dengan hari ini. Melihat perkembangan keadaan negara dan masyarakat akhir masa ini, kita dapat mengambil kesan bahwa sesudah terlaksananya kemerdekaan yang diperebutkan dengan korban jiwa yang tidak sedikit, pemimpin dan pejuang idealisme tertunda kebelakang, politik dan ekonomi serta manusia profit maju kemuka. Segala pergerakan dan semboyan nasional diperalat belaka, partai-partai politik ditunggangi untuk mencapai kepentingan mereka sendiri, dengan begitu maka timbulah konflik politik dan ekonomi yang bermuara pada praktik korupsi, kolusi, dan Nepotisme serta demoralisasi semakin merajalela.